Rabu, 27 Februari 2008

Paus Clemens X
Clemens X, nama lahir Emilio Bonaventura Altieri (Roma, 13 Juli 159022 Juli 1676 di Roma), adalah Paus dari 29 April 1670 sampai 22 Juli 1676.
PetrusLinusAnakletusKlemens IEvaristusAleksander ISiktus ITelesphorusHyginusPius IAnisetusSoterEleutheriusViktor IZephyrinusKallistus IUrbanus IPontianusAnterusFabianusKorneliusLucius IStefanus ISiktus IIDionisiusFeliks IEutychianusGaiusMarsellinusMarsellus IEusebiusMeltiadesSilvester IMarkusJulius ILiberiusDamasus ISirikusAnastasius IInnosensius IZosimusBonifasius ISelestinus ISiktus IIILeo IHilariusSimplisiusFeliks IIIGelasius IAnastasius IISymnakusHormidasYohanes IFeliks IVBonifasius IIYohanes IIAgapitus ISilveriusVigiliusPelagius IYohanes IIIBenediktus IPelagius IIGregorius ISabianusBonifasius IIIBonifasius IVAdeodatus IBonifasius VHonorius ISeverinusYohanes IVTheodorus IMartinus IEugenius IVitalianusAdeodatus IIDonusAgathusLeo IIBenediktus IIYohanes VCononSergius IYohanes VIYohanes VIISisinniusKonstantinusGregorius IIGregorius IIIZakariasStefanus IIPaulus IStefanus IIIAdrianus ILeo IIIStefanus IVPaskalis IEugenius IIValentinusGregorius IVSergius IILeo IVBenediktus IIINikolas IAdrianus IIYohanes VIIIMarinus IAdrianus IIIStefanus VFormosusBonifasius VIStefanus VIRomanusTheodorus IIYohanes IXBenediktus IVLeo VSergius IIIAnastasius IIILandoYohanes XLeo VIStefanus VIIYohanes XILeo VIIStefanus VIIIMarinus IIAgapitus IIYohanes XIILeo VIIIBenediktus VYohanes XIIIBenediktus VIBenediktus VIIYohanes XIVYohanes XVGregorius VSilvester IIYohanes XVIIYohanes XVIIISergius IVBenediktus VIIIYohanes XIXBenediktus IXSilvester IIIBenediktus IXGregorius VIKlemens IIBenediktus IXDamasus IILeo IXViktor IIStefanus IXNikolas IIAleksander IIGregorius VIIViktor IIIUrbanus IIPaskalis IIGelasius IIKallistus IIHonorius IIInnosensius IISelestinus IILucius IIEugenius IIIAnastasius IVAdrianus IVAleksander IIILucius IIIUrbanus IIIGregorius VIIIKlemens IIISelestinus IIIInnosensius IIIHonorius IIIGregorius IXSelestinus IVInnosensius IVAleksander IVUrbanus IVKlemens IVGregorius XInnosensius VAdrianus VYohanes XXINikolas IIIMartinus IVHonorius IVNikolas IVSelestinus VBonifasius VIIIBenediktus XIKlemens VYohanes XXIIBenediktus XIIKlemens VIInnosensius VIUrbanus VGregorius XIUrbanus VIBonifasius IXInnosensius VIIGregorius XIIMartinus VEugenius IVNikolas VKallistus IIIPius IIPaulus IISiktus IVInnosensius VIIIAleksander VIPius IIIJulius IILeo XAdrianus VIKlemens VIIPaulus IIIJulius IIIMarsellus IIPaulus IVPius IVPius VGregorius XIIISiktus VUrbanus VIIGregorius XIVInnosensius IXKlemens VIIILeo XIPaulus VGregorius XVUrbanus VIIIInnosensius XAleksander VIIKlemens IXKlemens XInnosensius XIAleksander VIIIInnosensius XIIKlemens XIInnosensius XIIIBenediktus XIIIKlemens XIIBenediktus XIVKlemens XIIIKlemens XIVPius VIPius VIILeo XIIPius VIIIGregorius XVIPius IXLeo XIIIPius XBenediktus XVPius XIPius XIIYohanes XXIIIPaulus VIYohanes Paulus IYohanes Paulus IIBenediktus XVI

Selasa, 26 Februari 2008

Muslim Bosnia
Suku Bosnia atau Bosniak (panggilan dalam bahasa asli: Bošnjaci) adalah orang-orang Slavia Selatan yang merupakan keturunan dari sebagian penduduk yang beralih ke agama Islam pada masa Kerajaan Ottoman (abad ke-15 hingga abad ke-19).
Suku Bosnia dinamakan menurut Bosnia, sebuah negara di sebelah barat Balkan. Perlu diperhatikan bahwa orang-orang yang sebelumnya dipanggil Muslim Bosnia adalah orang-orang dari suku Bosnia, namun tidak semua Muslim di wilayah Balkan adalah dari suku ini; ada pula kelompok Muslim Slavia Selatan seperti suku Pomak serta Muslim non-Slavia seperti suku Albania, suku Turki, dan suku Roma.
Mereka sebelumnya disebut suku Muslim sejak tahun 1968 untuk menghilangkan kerancuan. Sebab nama "Muslim" ini merujuk kepada orang dari Bosnia-Herzegovina yang non-Kroasia maupun Serbia, suku bangsa dominan lainnya. Karena orang non Krosia-Serbia ini kebanyakan (tetapi tidak semuanya) beragama Islam, maka nama mereka oleh Josip Broz Tito disebut "Muslim".
Orang-orang dari suku Bosnia menganggap Bosnia-Herzegovina sebagai tanah leluhur mereka. Mereka terutamanya dikaitkan dengan wilayah-wilayah bersejarah Krajina Bosnia, Bosnia, Herzegovina, Podrinje dan Sandzak.
Namun penggunaan nama suku Bosnia ini juga tidak lepas dari kontroversi. Banyak orang-orang Kroasia dan Serbia menyatakan bahwa dengan penggunaan nama ini orang "Muslim" (seolah-olah) mengeklaim seluruh wilayah Bosnia-Herzegovina, padahal penghuni asli Bosnia tidak hanya mereka saja.
Ada sekitar 2,5 juta orang-orang suku Bosnia di seluruh dunia. Kebanyakannya bermukim di Bosnia-Herzegovina (1.800.000). Bahasa yang mereka gunakan bernama bahasa Bosnia.

Senin, 25 Februari 2008

Bunda Teresa
Terberkati Ibu Teresa dari Kolkata (27 Agustus 19105 September 1997) adalah seorang biarawati Katolik terkenal dan kontroversial di dunia Internasional yang pekerjaannya di antara orang miskin Kolkata diberitakan secara luas.
Dia diberikan Penghargaan Templeton pada 1973, Penghargaan Perdamaian Nobel pada 1979 dan penghargaan tertinggi warga sipil India, Bharat Ratna pada 1980. Dia dijadikan Warga Negara Kehormatan Amerika Serikat pada 1996 (satu di antara enam). Dia diberkati oleh Paus Yohanes Paulus II pada Oktober 2003, dan oleh karena itu dia dapat dipanggil Teresa Terberkati.

Minggu, 24 Februari 2008


Alphons Egli (lahir 8 Oktober 1924) adalah seorang politikus Swiss dan Anggota Dewan Federal Swiss pada 1983-1986.
Ia terpilih di Dewan Federal Swiss pada 8 Desember 1982 dan menjabat hingga 31 Desember 1986. Ia berafiliasi dengan Partai Rakyat Kristen Demokratik Swiss.
Selama masa jabatannya ia pernah memimpin Departemen Dalam Negeri Federal dan menjabat Presiden Konfederasi pada tahun 1986.
Egli adalah warga daerah Entlebuch dan Lucerne.
Alphons EgliAlphons Egli

Sabtu, 23 Februari 2008


Bergschenhoek , adalah sebuah gemeente Belanda yang terletak di provinsi Zuid Holland. Pada tahun 2004 daerah ini memiliki penduduk sebesar 15.780 jiwa.
Bergschenhoek

Jumat, 22 Februari 2008

Kotawaringin Barat
Situs web resmi: http://www.kotawaringinbaratkab.go.id/
Kabupaten Kotawaringin Barat adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Pangkalan Bun. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 10.759 km² dan berpenduduk sebanyak 189.407 jiwa pada tahun 2004. Semboyan kabupaten ini adalah Marunting Batu Aji. Terdiri enam kecamatan :

Kotawaringin Lama
Arut Selatan
Arut Utara
Kumai
Pangkalan Lada
Pangkalan Banteng Obyek Wisata

Taman Nasional Tanjung Puting
Kawasan Wisata Bugamraya
Istana Kuning Kesultanan Kotawaringin di Pangkalan Bun
Astana Alnursari di Kotawaringin Lama
Masjid Kyai Gede di Kotawaringin Lama
Monumen Palagan Sambi

Kamis, 21 Februari 2008



Artikel atau bagian dari artikel ini diterjemahkan dari Thabo Mbeki di en.wikipedia.org. Isinya mungkin memiliki ketidakakuratan. Selain itu beberapa bagian yang diterjemahkan kemungkinan masih memerlukan penyempurnaan. Pengguna yang mahir dengan bahasa yang bersangkutan dipersilakan untuk menelusuri referensinya dan menyempurnakan terjemahan ini. (Pesan ini dapat dihapus jika terjemahan dirasa sudah cukup tepat)

Artikel ini belum atau baru diterjemahkan sebagian dari bahasa Inggris.Thabo Mbeki Bantulah Wikipedia untuk melanjutkannya. Lihat panduan penerjemahan Wikipedia.
Thabo Mvuyelwa Mbeki (lahir 18 Juni 1942) adalah Presiden Republik Afrika Selatan.

Latar Belakang
Ia lahir di Idutywa, Afrika Selatan) adalah Presiden Republik Afrika Selatan. Lahir dan dibesarkan di wilayah yang kini menjadi bagian Eastern Cape provinsi Afrika Selatan, Mbeki adalah anak Govan Mbeki (1910 - 2001). Ayahnya pernah pemimpin Kongres Nasional Afrika (ANC: African National Congress) dan Partai Komunis Afrika Selatan (South African Communist Party). Ayahnya adalah pekerja keras yang sangat loyal pada partai dan menjadi salah satu tokoh pejuang yang ikut menyusun piagam Kemerdekaan Afrika Selatan. Ibunya (Epainette Mbeki) adalah orang pertama Afrika Selatan yang dipasung hak-hak politiknya.
His parents were both teachers and activists in a rural area of ANC strength, and Mbeki describes himself as "born into the struggle"; a portrait of Karl Marx sat on the family mantlepiece, and a portrait of Mohandas Gandhi was on the wall. Govan Mbeki had come to the rural Eastern Cape as a political activist after earning two university degrees; he urged his family to make the ANC their family, and of his children, Thabo Mbeki is the one who most clearly followed that instruction, joining the party at age 14 and devoting his life to it thereafter. [1][2] After leaving the Eastern Cape, he lived in Johannesburg, working with Walter Sisulu.
Dengan dalih melanggar Undang-undang Penanggulangan Komunisme Afrika Selatan, rezim apartheid menghukum dengan cara seperti itu. Maka keluarga menyelamatkan Mbeki, dua saudara lelaki dan perempuan. Mereka dititipkan pada sanak saudara ataupun teman seperjuangan di luar rumah. Pendidikan dasar Mbeki dilakukan di sekolah Idutywa dan Butterworth, sedang pendidikan lanjutan di Lovedale (Alice). Tahun 1956, ia bergabung dengan Liga Pemuda ANC ketika masih studi di Lovedale Institute.
Tahun 1959, ia lulus dari St John's High School (Umtata). Tahun itu yang usianya baru 17 tahun, ia sudah terlibat dalam sekelompok pelajar yang melakukan pemogokan di sekolah menengah. Bersama teman-temannya, ia memprotes sekolah yang menganut sistem apartheid.
Ketika ANC dinyatakan terlarang, ia bersama sejumlah teman belajarnya mengorganisasi gerakan bawah tanah di kalangan mahasiswa dan pelajar. Selain tampil sebagai Umkhonto we Sizwe (ujung tombak bangsa) pasukan bawah tanah bentukan Mandela. Tujuan pasukan itu adalah menjadi tentara garis depan dalam perjuangan kemerdekaan. Mandela kemudian menghentikan langkah pemuda-pemuda nekad itu untuk menghindari timbulnya martir-martir yang sia-sia. Mandela mempersiapkan mereka menjadi pemimpin-pemimpin perjuangan di masa selanjutnya.
Periode 1960-1961, Mbeki melengkapi keberhasilan dalam peringkat "A" British dan terpilih sebagai penanggung jawab perkumpulan atau asosiasi sekolah di Afrika (1961). Periode 1961-1962, ia adalah lulusan pertama di Universitas London dan memimpin gerakan pemuda ANC (1962). Tahun 1966, ia meraih gelar Master dari Universitas Sussex. Periode 1967-1970, ia membuka kantor ANC di London dan belajar militer di Uni Soviet.
Tahun 1971, Mbeki menjadi Asisten Sekretaris Revolusi ANC di Lusaka. Karier politiknya mencapai puncak kejayaan setelah memimpin ANC di Botswana (1973), anggota Komite Nasional Eksekutif ANC (1975), menjabat Direktur Departemen Informasi (1984), dan Wakil Presiden Afrika Selatan
Puncak kebesarannya Presiden Nelson Mandela terjadi tahun 1997 saat tongkat kepemimpinan partai diserahkan kepada Mbeki. Meski secara seremonial tetap presiden Afrika Selatan sampai tahun 1999, Mandela telah merintis penyerahan tongkat kekuasaan kepada generasi pemimpin yang lebih muda yaitu Wakil Presiden Thabo Mbeki.
Penyerahan tongkat estafet kepemimpinan negara terjadi pada 14 Juni 1999 ketika Wakil Presiden Thabo Mbeki dipilih parlemen menjadi Presiden Afrika Selatan. Anggota parlemen yang terdiri tidak kurang 400 orang melakukan pertemuan untuk pelantikan presiden terpilih. Presiden Thabo Mvuyelwa Mbeki resmi menjabat sejak 16 Juni 1999.

Exile and Return
After the arrest and imprisonment of Sisulu, Mandela and his father, and facing a similar fate, Thabo Mbeki left South Africa as one of a number of young ANC militants sent abroad to continue their education and their anti-apartheid activities. He ultimately spent 28 years in exile, only returning to his homeland after the release of Nelson Mandela.
Mbeki spent some of his exile in the United Kingdom, earning a Master of Economics degree from the University of Sussex and then working in the ANC's London office; he also received military training in what was then the Soviet Union and lived at different times in Zambia, Botswana, Swaziland and Nigeria.
While Thabo Mbeki was in exile, his brother Jama Mbeki was murdered by agents of the Lesotho government in 1982. His son Kwanda–the product of a liaison in Mbeki's teenage years–was killed while trying to leave South Africa and join his father in exile. When Thabo Mbeki was reunited with his father, the elder Mbeki told a reporter, "You must remember that Thabo Mbeki is no longer my son. He is my comrade!" A news article pointed out that this was an expression of pride, explaining, "For Govan Mbeki, a son was a mere biological appendage; to be called a comrade, on the other hand, was the highest honour." [3]
Certainly, Thabo Mbeki devoted his life to the ANC, and as his years in exile continued, he rose to increasingly responsible roles. Mbeki was appointed head of the ANC's information department in 1984 and of its international department in 1989. While in these roles, he was close to Oliver Tambo, who served as a powerful mentor. In 1985, he was a member of a delegation that began meeting with representatives of the South African business community, and in 1989, he led the ANC delegation that conducted secret talks with the South African government. These talks led to the unbanning of the ANC and the release of political prisoners. He also participated in many of the other important discussions between the ANC and the government that eventually led to the democratization of South Africa. [4]
In 1993, he was elected as the chairperson of the ANC, succeeding Tambo, and then became president of the ANC in 1997, a position he continues to hold.
He became a deputy president of South Africa in May 1994 on the attainment of universal suffrage, and sole deputy-president in June 1996. He succeeded Nelson Mandela as ANC president in December 1997 and as president of the Republic in June 1999 (inaugurated on June 16); he was subsequently reelected for a second term in April 2004.

Role in African Politics
Mbeki has been a notably powerful figure in African politics, positioning South Africa as a regional powerbroker and also promoting the idea that African political conflicts should be solved by Africans. He headed the formation of both NEPAD and the African Union and has played influential roles in brokering peace deals in Rwanda, Burundi and the Democratic Republic of Congo. He has also tried to popularise the concept of an African Renaissance. He sees African dependence on aid and foreign intervention as a major barrier to the continent being taken seriously in the world of economics and politics, and sees structures like NEPAD and the AU as part of a process in which Africa solves its own problems without relying on outside assistance.

Economic Policies
Some South African political analysts have seen a split within the ANC between the "prisoner" generation, ANC leaders like Mandela and others who studied political theory with each other while in prison; and the "exiles" like Mbeki, who studied economics in Western universities and helped the ANC-in-exile gain credibility with Western nations and corporations. Since Mbeki and his exile counterparts were responsible for representing the ANC to the West during the ANC's successful efforts to isolate the apartheid government internationally in the 1980s, they may have been more acutely conscious of the compromises that the ANC would have to make once it gained power.
Further, few in the ANC anticipated the economic shambles of the sanctions-hobbled and high-spending apartheid government; rather than redistributing a massive inheritance of white economic power, the ANC was forced into austerity measures and deficit reduction.
To many, Nelson Mandela represents the emotional warmth of the older brand of socialist politics of the ANC. But even during Mandela's presidency and certainly after it, Mbeki and his allies within government emphasized market-oriented approaches to South African economic policy. And even beyond the difficulties of inheriting the debts of apartheid, philosophically Mbeki appears to believe that economic growth is a precondition of economic redistribution. Additionally, he has emphasized avoidance of debt as a way of maintaining political and economic independence for the newly democratic state.
As the CIA Factbook summarizes it, "South African economic policy is fiscally conservative, but pragmatic, focusing on targeting inflation and liberalizing trade as means to increase job growth and household income." [5] Mbeki has emphasized that any policy that would redistribute wealth at the expense of economic growth and deficit reduction would ultimately put the nation into a downward spiral of market shrinkage and debt accumulation. He has pointed to Zimbabwe's post-liberation direction as an example of the dangers of an overly redistributive approach.
Like so many things in South Africa, this policy choice has difficult racial implications: the ANC must walk a difficult balance between pleasing the white-dominated business community—which might have taken its capital elsewhere under a more explicitly socialist regime—and keeping the ANC's promises to its core constituency of the impoverished black majority. Mbeki explains his policies in Africanist terms, and believes deeply in the idea of black empowerment. But he does so by tuning his policies to the constraints of market forces rather than attempting to overturn capitalism's organizing principles, as earlier generations of liberation politicians might have attempted to do.
This policy direction, embodied by the Growth, Employment And Redistribution (GEAR) program, has often been unpopular with leftist constituencies inside and outside of the ANC, including ANC-affiliated labor unions within the Congress of South African Trade Unions (COSATU) and the non-party-affiliated "social movements" which have protested against Mbeki's policies on AIDS, service delivery (e.g., the government's insistence on payment from the poor for utilities like electricity and water), and land redistribution.
The largest opposition party, the more free-market-oriented Democratic Alliance, has sometimes criticized affirmative action efforts or other policies oriented towards redressing apartheid's inequalities, as have smaller political groups. Nonetheless, the business community inside and outside of the country has retained faith in the ANC government to a degree that defies many pre-democracy predictions.
And although unemployment remains high and black poverty remains the rule rather than the exception, the economy overall has grown. Perhaps as a result, most South Africans remain loyal to the ANC and to Mbeki's government, and are willing to see economic transformation and redistribution of wealth as a long-term and gradual process.

Political Style
Mbeki has sometimes been characterized as remote and academic, although in his second campaign for Presidency in 2004, many observers described him as finally relaxing into a more traditional campaign mode, sometimes dancing at events and even kissing babies. Nonetheless, the fact that this was remarkable confirms the broader observation that Mbeki is a man who values the exercise of centralized policy over demonstrations of grassroots populism.
Mbeki's thinking can often be found in his weekly column in the ANC newsletter ANC Today [6], where he often produces long discourses on a variety of topics. He sometimes uses his column to deliver pointed invectives against political opponents, and at other times uses it as a kind of professor of political theory, educating ANC cadres on the intellectual justifications for ANC policy. Although these columns are remarkable for their dense prose, they nonetheless often manage to make news. And although Mbeki does not generally make a point of befriending or courting reporters, his columns and news events have often yielded good results for his administration by ensuring that his message is a primary driving force of news coverage [7] Indeed, in initiating his columns, Mbeki stated his view that the bulk of South African media sources did not speak for or to the South African majority, and stated his intent to use ANC Today to speak directly to his constituents rather than through the media. [8]

Mbeki and the Internet
Unlike many world leaders, Mbeki appears to be at ease with the Internet and willing to quote from it. For instance, in a column [9] discussing Hurricane Katrina, he cited Wikipedia, quoted at length a discussion of Katrina's lessons on American inequality from the Native American publication Indian Country Today ([10]), and then included excerpts from a David Brooks column in the New York Times in a discussion of why the events of Katrina illustrated the necessity for global development and redistribution of wealth.
His penchant for quoting diverse and sometimes obscure sources, both from the Internet and from a wide variety of books, makes his column an interesting parallel to political blogs although the ANC does not describe it in these terms. His views on AIDS (see below) were supported by Internet searching which led him to so-called "AIDS dissident" websites; in this case, Mbeki's use of the Internet was roundly criticized and even ridiculed by opponents. The view that the internet was the basis for his views on AIDS, however, is not likely the case; and as a widely-read man who frequently cites books unavailable to most except in scholarly libraries, he clearly uses the internet as only one of his sources of information.

Controversies: Zimbabwe
Due to South Africa's proximity, strong trade links, and similar struggle credentials, South Africa is in a unique, and possibly solitary, position to influence politics in Zimbabwe. Zimbabwe's economic slide since 2000 has been a matter of increasing concern to Britain (as the former colonial power) and other donors to that country, and high-ranking diplomatic visits to South Africa have repeatedly attempted to persuade Mbeki to take a harder line with his erstwhile comrade, Robert Mugabe over takeovers of private farms by groups of Mugabe-allied war veterans, freedom of the press, and independence of the judiciary.
To the West's concern, Mbeki has never publicly criticised Mugabe's policies - preferring 'quiet diplomacy' rather than 'megaphone diplomacy', his term for the West's increasingly shrill condemnation of Mugabe's rule.
To quote Mbeki - The point really about all this from our perspective has been that the critical role we should play is to assist the Zimbabweans to find each other, really to agree among themselves about the political, economic, social, other solutions that their country needs. We could have stepped aside from that task and then shouted, and that would be the end of our contribution...They would shout back at us and that would be the end of the story. I'm actually the only head of government that I know anywhere in the world who has actually gone to Zimbabwe and spoken publicly very critically of the things that they are doing.

2002 Presidential elections
Mugabe faced a critical presidential election in 2002. The runup was shadowed by a difficult decision to suspend Zimbabwe from the Commonwealth. The full meeting of the Commonwealth had failed in a consensus to decide on the issue, and they tasked the previous, present (at the time), and future leaders of Commonwealth - (respectively President Olusegun Obasanjo of Nigeria, John Howard of Australia, and Mbeki of South Africa) to come to a consensus between them over the issue. On March 20, 2002 (10 days after the elections, that Mugabe won) Howard announced that they had agreed to suspend Zimbabwe for a year.

2005 parliamentary elections
In the face of recent passage of laws restricting public assembly and freedom of the media, muzzling campaigning by the MDC for the 2005 Zimbabwe parliamentary elections, President Mbeki was quoted as saying: I have no reason to think that anything will happen … that anybody in Zimbabwe will act in a way that will militate against the elections being free and fair. [ ...] As far as I know, things like an independent electoral commission, access to the public media, the absence of violence and intimidation … those matters have been addressed.
Current deputy-president Phumzile Mlambo-Ngcuka (Minerals and Energy Minister at that time) led the largest foreign observer mission to oversee the elections. That observer mission congratulated the people of Zimbabwe for holding a peaceful, credible and well-mannered election which reflects the will of the people.
The elections were denounced in the west, who accused Zanu-PF of using food to buy votes, and large discrepancies in the tallying of votes.

Dialogue between Zanu-PF and MDC
Mbeki has been attempting to restore dialogue between Zimbabwean President Robert Mugabe and the opposition Movement for Democratic Change in the face of denials from both parties. A fact-finding mission in 2004 by COSATU to Zimbabwe led to their widely-publicised deportation back to South Africa which reopened the debate, even within the ANC, as to whether Mbeki's policy of 'quiet diplomacy' is constructive.
On February 5 2006 Mbeki said in an interview with SABC television that Zimbabwe had missed a chance to resolve its political crisis in 2004 when secret talks to agree on a new constitution ended in failure. He claimed that he saw a copy of a new constitution signed by all parties. [11] The job of promoting dialogue between the ruling party and the opposition was likely made more difficult by divisions within the MDC, splits to which the president alluded when he stated that the MDC were "sorting themselves out." [12] In turn, the MDC unanimously rejected this assertion. MDC secretary general Welshman Ncube said "We never gave Mbeki a draft constitution - unless it was ZANU PF which did that. Mbeki has to tell the world what he was really talking about." [13]

Business response
On January 10, 2006, businessman Warren Clewlow, who serves on the boards of four of the top 10 listed companies in SA, including Old Mutual, Sasol, Nedbank and Barloworld, said that government should stop its unsuccessful behind-the-scenes attempts to resolve the Zimbabwean crisis and start vociferously condemning what was happening in that country. Clewlow's sentiments, a clear indicator that the private sector is getting increasingly impatient with government's "quiet diplomacy" policy on Zimbabwe, were echoed by Business Unity SA (Busa), the umbrella body for all business organisations in the country. [14]
As the company's chairman, he said in Barlowold's latest annual report that SA's efforts to date were fruitless and that the only means for a solution was for SA "to lead from the front. Our role and responsibility is not just to promote discussion... Our aim must be to achieve meaningful and sustainable change."

Rabu, 20 Februari 2008



Artikel bertopik teknologi informasi ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia Merapikan artikel bisa berupa membagi artikel ke dalam paragraf atau wikifisasi artikel.Minix Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini.
Minix adalah sebuah sistem operasi keturunan UNIX yang bersifat open-source, yang dibuat berdasarkan arsitektur microkernel. Kernel sistem operasi ini dibuat oleh seorang profesor di Vrije Universiteit Amsterdam, Belanda yang bernama Andrew Stuart Tanenbaum yang pada awalnya ditujukan untuk tujuan edukasional. Minix juga menjadi inspirasi bagi Linus Torvalds untuk membuat kernel Linux.

Sejarah
Andrew Stuart Tanenbaum membuat Minix di Vrije Universiteit Amsterdam, Belanda untuk memberikan contoh bagi prinsip-prinsip dalam sistem operasi pada buku Operating Systems: Design and Implementation yang dibuat olehnya serta diterbitkan oleh Prentice Hall pada tahun 1987. Kode sistem operasi tersebut terdiri atas kira-kira 12000 baris, yang terdiri atas kernel, manajer memori, dan sistem berkas yang diulas di dalam buku. Sistem operasi ini kebanyakan ditulis dalam bahasa pemrograman C.
Tanenbaum pada awalnya mengembangkan Minix sebagai sebuah sistem operasi UNIX yang kompatibel dengan komputer IBM PC dan IBM PC/AT. Versi 1.5 dari Minix akhirnya di-port ke dalam arsitektur mikroprosesor Motorola 68000, yang digunakan oleh banyak platform populer seperti Atari ST, Amiga, dan Apple Macintosh. Selain x86, dan Motorola 68000, Minix juga dapat berjalan di atas Sun SPARC. Karena Motorola 68000 kurang sukses di pasaran, Minix versi 2.0 akhirnya kembali dibuat hanya dalam format x86 saja. Minix versi 3 telah dirilis, seiring dengan penerbitan buku Operating Systems Design and Implementation, Third Edition (Prentice Hall, 2006, ISBN 0-13-142938-8) yang dibuat oleh Tanenbaum beserta Albert S. Woodhull.
Kompilator yang digunakan untuk melakukan kompilasi Minix, merupakan sebuah kompilator yang diturunkan dari Amsterdam Compiler Kit. Saat ini, melakukan kompilasi terhadap kernel Minix belum mungkin jika menggunakan kompilator lainnya (gcc, atau kompilator lainnya).

Selasa, 19 Februari 2008


Rhein-Neckar-Kreis adalah sebuah kabupaten (Landkreis) di Baden-Württemberg, Jerman.


Landkreise ("Kabupaten"): Alb-Donau-Kreis | Biberach | Bodenseekreis | Böblingen | Breisgau-Hochschwarzwald | Calw | Emmendingen | Enzkreis | Esslingen | Freudenstadt | Göppingen | Heidenheim | Heilbronn | Hohenlohekreis | Karlsruhe | Konstanz | Lörrach | Ludwigsburg | Main-Tauber-Kreis | Neckar-Odenwald-Kreis | Ortenaukreis | Ostalbkreis | Rastatt | Ravensburg | Rems-Murr-Kreis | Reutlingen | Rhein-Neckar-Kreis | Rottweil | Schwäbisch Hall | Schwarzwald-Baar-Kreis | Sigmaringen | Tübingen | Tuttlingen | Waldshut | ZollernalbkreisRhein-Neckar-Kreis Kreisfreie Städte ("Kota otonom"): Baden-Baden | Freiburg | Heidelberg | Heilbronn | Karlsruhe | Mannheim | Pforzheim | Stuttgart | Ulm

Senin, 18 Februari 2008

Sesat di ujung jalan surut ke pangkal jalan
Sesat di ujung jalan surut ke pangkal jalan : artinya kalau pembicaraan telah menyimpang segeralah kembali ke pokok permasalahan semula.
Lihat Juga :
Kembali Ke:
Peribahasa Indonesia

Rabu, 13 Februari 2008

Paus Yohanes Paulus
Yohanes Paulus adalah nama dari dua Paus Gereja Katolik Roma:
Paus Yohanes Paulus I (1978), yang mengambil nama regnal untuk menghormati pendahulunya, Paus Yohanes XXIII dan Paus Paulus VI
Paus Yohanes Paulus II (1978-2005), kadang disebut Yohanes Paulus Agung, adalah orang Polandia pertama yang duduk di tahta kepausan. Ia mengambil nama regnal Yohanes Paulus untuk menghormati pendahulunya yang menjabat hanya 34 hari kalender.

Selasa, 12 Februari 2008

Daftar istilah berakhiran -oskopi
Berikut ini adalah daftar istilah kedokteran berakhiran -oskopi yang diturunkan dari endoskopi yang berarti "melihat ke dalam" yang mengacu ke proses melihat ke dalam tubuh manusia untuk keperluan medis.

Esofagogastroduodenoskopi - esofagus, perut, duodenum
Enteroskopi - usus halus
Kolonoskopi - usus
Proktosigmoidoskopi - sigmoid
Rhinoskopi - hidung
Bronkoskopi - saluran pernapasan bawah
Sitoskopi - saluran kandung kemih
Solposkopi
Histeroskopi - rahim
Falloskopi - Tuba fallopi
Laparoskopi
Arthroskopi
Thorakoskopi dan mediastinoskopi - organ di dalam dada
Amnioskopi
Fetoskopi - fetus

Senin, 11 Februari 2008

Pulau Halmahera
Halmahera (juga Jilolo atau Gilolo) adalah pulau terbesar di Kepulauan Maluku. Pulau ini merupakan bagian dari provinsi Maluku Utara, Indonesia.
Halmahera memilik luas tanah 17.780 km² (6.865 mil persegi) dan populasi 1995 sekitar 162.728. Pada 1997, sekitar 80% penduduk adalah Muslim, dan sekitar 20% adalah Kristen.

Pulau Halmahera Sejarah
Populasi renggang Halmahera sudah sejak lama berhubungan erat dengan pulau Ternate dan Tidore yang lebih kecil, keduanya berada di pantai baratnya. Kedua pulau ini merupakan tempat kerajaan utama di zaman sebelum kolonialisme VOC.
Pada Perang Dunia II, Halmahera merupakan pangkalan militer Jepang yang terletak di Teluk Kaoe.
Pada 1999 dam 2000 Halmahera merupakan tempat kekerasan antara grup Muslim dan Kristen yang dimulai di Ambon dan menyebar ke banyak tempat di Maluku. Ribuan orang di Halmahera terbunuh dalam pertengkaran antara militer keagamaan. Pada Juni 2000, sekitar lima ratus orang terbunuh ketika feri yang membawa pengungsi dari Halmahera tenggelam di ujung timur laut Sulawesi.
Sekarang, Ternate yang merupakan ibu kota provinsi adalah kota utama terdekat ke Halmahera; banyak jalur transportasi ke seluruh Indonesia melalui jalur di pulau tersebut. Jailolo adalah kota terbesar di Halmahera.

Minggu, 10 Februari 2008

Djoko Suyanto
Marsekal Djoko Suyanto (lahir di Madiun pada 2 Desember 1950) adalah Panglima Tentara Nasional Indonesia saat ini. Ia mulai menjabat sejak dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tanggal 13 Februari 2006 dan serah terima jabatan dari Jenderal TNI Endriartono Sutarto pada 20 Februari 2006. Dari 23 Februari 2005 hingga 13 Februari 2006, ia adalah Kepala Staf TNI Angkatan Udara (TNI-AU). Ia juga merupakan Panglima TNI pertama yang berasal dari kesatuan TNI-AU sepanjang sejarah Indonesia.
Suyanto adalah lulusan Akabri (di Akademi Angkatan Udara) tahun 1973, sama dengan Laksamana Slamet Soebijanto (Kepala Staf Angkatan Laut), Kapolri Jenderal (Pol) Sutanto, Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letjen Endang Suwarya, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia adalah penerbang pesawat tempur F-5 Tiger II yang berpangkalan di Pangkalan Udara TNI-AU Iswahyudi, Madiun.
Suyanto pernah mengikuti kursus di USAF Fighter Weapon Instructor School di Pangkalan Udara Nellis, Las Vegas, Nevada. Ia kemudian berturut-turut menjabat sebagai Komandan Skadron Udara 14, Komandan Lanud Iswahyudi, Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional, Komandan Komando Pendidikan TNI-AU, Asisten Operasi Kepala Staf Angkatan Udara, dan kemudian Kepala Staf TNI-AU sebelum akhirnya menjadi Panglima TNI.
Setelah lulus proses fit & proper test di DPR, Djoko dilantik sebagai Panglima TNI oleh Presiden pada 13 Februari 2006.
Dua pekerjaan rumah bagi Djoko Suyanto adalah perihal kesejahteraan prajurit seiring dengan banyaknya tuntutan agar TNI melepaskan semua bisnis-nya kepada pemerintah dan persoalan pro dan kontra hak pilih TNI pada pemilihan umum tahun 2009.

Sabtu, 09 Februari 2008


Eutanasia (Bahasa Yunani: ευθανασία -ευ, eu yang artinya "baik", dan θάνατος, thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak atau minimum menimbulkan rasa sakit, biasanya dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
Aturan hukum mengenai masalah ini sangat bervariasi di seluruh dunia dan sering berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya dan tersedianya perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, tindakan ini dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum. Karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.

Terminologi

Eutanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya
Ditinjau dari sudut maknanya maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu eutanasia pasif, eutanasia agresif dan eutanasia non agresif
Penyalahgunaan eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis, maupun pihak keluarga yang menghendaki kematian seseorang atau keputusasaan keluargan karena ketidak sanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Ini biasanya terjadi pada keluarga pasien yang tidak mungkin untuk membayar biaya pengobatannya, dan pihak rumah sakit akan meminta untuk dibuat "pernyataan pulang paksa". Bila meninggal pun pasien diharapkan mati secara alamiah. Ini sebagai upaya defensif medis.

Eutanasia agresif : atau suatu tindakan eutanasia aktif yaitu suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan dokter atau tenaga kesehatan lain untuk memperpendek atau mengakhiri hidup si pasien. Misalnya dengan memberikan obat-obatan yang mematikan seperti misalnya pemberian tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan ke dalam tubuh pasien.
Eutanasia non agresif : atau kadang juga disebut autoeuthanasia yang termasuk kategori eutanasia negatif yaitu dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan sipasien mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis tangan). Autoeutanasia pada dasarnya adalah suatu praktek eutanasia pasif atas permintaan.
Eutanasia pasif : juga bisa dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif dimana tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit. Tindakan pada eutanasia pasif ini adalah dengan secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat ataupun meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, ataupun dengan cara pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin walaupun disadari bahwa pemberian morfin ini juga dapat berakibat ganda yaitu mengakibatkan kematian. Eutanasia pasif ini seringkali secara terselubung dilakukan oleh kebanyakan rumah sakit. Eutanasia ditinjau dari sudut pemberian izin
Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :

Eutanasia diluar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan debngan pembunuhan.
Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien ( seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial. Eutanasia ditinjau dari sudut tujuan
Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :

Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
Eutanasia hewan
Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela Sejarah eutanasia

Asal-usul kata eutanasia
Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu "eu" (= baik) and "thanatos" (maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti "kematian yang baik". Hippokrates pertama kali menggunakan istilah "eutanasia" ini pada "sumpah Hippokrates" yang ditulis pada masa 400-300 SM.
Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu".
Dalam sejarah hukum Inggris yaitu Common law sejak tahun 1300 hingga saat "bunuh diri" ataupun "membantu pelaksanaan bunuh diri" tidak diperbolehkan.

Eutanasia dalam dunia modern
Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan aktivisme di wilayah Amerika utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undang-undang anti eutanasia mulai diberlakukan di negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa negara bagian.
Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung dilakukannya eutanasia secara sukarela.
Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk di Inggris pada tahun 1935 dan di Amerika pada tahun 1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan eutanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan eutanasia tidak berhasil digolkan di Amerika maupun Inggris.
Pada tahun 1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya.
Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan eutanasia kepada dokter sebagai bentuk "pembunuhan berdasarkan belas kasihan".
Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu "program" eutanasia terhadap anak-anak dibawah umur 3 tahun yang menderitan keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 ("Action T4") yang kelak diberlakukan juga terhadap anak-anak usia diatas 3 tahun dan para jompo / lansia.

Eutanasia pada masa setelah perang dunia
Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan eutanasia, pada era tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan terhadap eutanasia, terlebih-lebih lagi terhadap tindakan eutanasia yang dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan oleh cacat genetika.

Praktek-praktek eutanasia zaman dahulu kala
Praktek-praktek Eutanasia yang dilaporkan dalam berbagai tindakan masyarakat:

Di India pernah dipraktekkan suatu kebiasaan untuk melemparkan orang-orang tua ke dalam sungai Gangga.
Di Sardinia orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya di zaman purba.
Uruguay mencantumkan kebebasan praktek Euthanasia dalam undang-undang yang telah berlaku sejak tahun 1933.
Di beberapa negara Eropa, praktek eutanasia bukan lagi kejahatan kecuali di Norwegia yang sejak 1902 memperlakukannya sebagai kejahatan khusus.
Di Amerika Serikat, khususnya di semua negara bagian mencantumkan eutanasia sebagai kejahatan. Bunuh diri atau membiarkan dirinya dibunuh adalah melanggar hukum di Amerika Serikat.
Satu-satunya negara yang dapat melakukan tindakan eutanasia bagi para anggotanya adalah Belanda. Anggota yang telah diterima dengan persyaratan tertentu dapat meminta tindakan eutanasia atas dirinya. Ada beberapa warga Amerika Serikat yang menjadi anggotanya. Dalam praktek medis, biasanya tidaklah pernah dilakukan eutanasia aktif, akan tetapi mungkin ada praktek-praktek medis yang dapat digolongkan eutanasia pasif. Eutanasia menurut hukum diberbagai negara
Sejauh ini eutanasia diperkenankan yaitu dinegara Belanda, Belgia serta ditoleransi di negara bagian Oregon di Amerika, Kolombia

Belanda
Pada hari tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan eutanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002 , yang menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik eutanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya.
Tetapi perlu ditekankan, dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal.
Sebuah karangan berjudul The Slippery Slope of Dutch Euthanasia dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.
Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus euthanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh undang-undang belanda, dimana seorang dokter yang melakukan eutanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.

Australia
Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut "Right of the terminally ill bill" (UU tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali.

Belgia
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002. Para pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya telah dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia dinegara ini, namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian".
Belgia kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi eutanasia ( setelah Belanda dan negara bagian Oregon di Amerika ).
Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya.

Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act)

Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.

Eutanasia Swiss
Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga negara Swiss ataupun orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri. Secara umum, pasal 115 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana Swiss yang ditulis pada tahun 1937 dan dipergunakan sejak tahun 1942, yang pada intinya menyatakan bahwa "membantu suatu pelaksanaan bunuh diri adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila motivasinya semata untuk kepentingan diri sendiri."
Pasal 115 tersebut hanyalah menginterpretasikan suatu izin untuk melakukan pengelompokan terhadap obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengakhiri kehidupan seseorang.

Inggris
Pada tanggal 5 November 2006, Kolese Kebidanan dan Kandungan Britania Raya (Britain's Royal College of Obstetricians and Gynaecologists) mengajukan sebuah proposal kepada Dewan Bioetik Nuffield (Nuffield Council on Bioethics) agar dipertimbangkannya izin untuk melakukan eutanasia terhadap bayi-bayi yang lahir cacat (disabled newborns). Proposal tersebut bukanlah ditujukan untuk melegalisasi eutanasia di Inggris melainkan semata guna memohon dipertimbangkannya secara saksama dari sisi faktor "kemungkinan hidup si bayi" sebagai suatu legitimasi praktek kedokteran.
Namun hingga saat ini eutanasia masih merupakan suatu tindakan melawan hukum di kerajaan Inggris demikian juga di Eropa (selain daripada Belanda).
Demikian pula kebijakan resmi dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical Association-BMA)

Jepang
Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur tentang eutanasia demikian pula Pengadilan Tinggi Jepang (supreme court of Japan) tidak pernah mengatur mengenai eutanasia tersebut.
Ada 2 kasus eutanasia yang pernah terjadi di Jepang yaitu di Nagoya pada tahun 1962 yang dapat dikategorikan sebagai "euthanasia pasif" (消極的安楽死, shōkyokuteki anrakushi)
Kasus yang satunya lagi terjadi setelah peristiwa insiden di Tokai university pada tahun 1995 "active euthanasia" (積極的安楽死, sekkyokuteki anrakushi)
Keputusan hakim dalam kedua kasus tersebut telah membentuk suatu kerangka hukum dan suatu alasan pembenar dimana eutanasia secara aktif dan pasif boleh dilakukan secara legal. Meskipun demikian eutanasia yang dilakukan selain pada kedua kasus tersebut adalah tetap dinyatakan melawan hukum, dimana dokter yang melakukannya akan dianggap bersalah oleh karena merampas kehidupan pasiennya. Oleh karena keputusan pengadilan ini masih diajukan banding ke tingkat federal maka keputusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum sebagai sebuah yurisprudensi, namun meskipun demikian saat ini Jepang memiliki suatu kerangka hukum sementara guna melaksanakan eutanasia.

Republik Ceko
Di Republik Ceko eutanisia dinyatakan sebagai suatu tindakan pembunuhan berdasarkan peraturan setelah pasal mengenai eutanasia dikeluarkan dari rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sebelumnya pada rancangan tersebut, Perdana Menteri Jiri Pospíšil bermaksud untuk memasukkan eutanasia dalam rancangan KUHP tersebut sebagai suatu kejahatan dengan ancaman pidana selama 6 tahun penjara, namun Dewan Perwakilan Konstitusional dan komite hukum negara tersebut merekomendasikan agar pasal kontroversial tersebut dihapus dari rancangan tersebut.

India
Di India eutanasia adalah suatu perbuatan melawan hukum. Aturan mengenai larangan eutanasia terhadap dokter secara tegas dinyatakan dalam bab pertama pasal 300 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana India (Indian penal code-IPC) tahun 1860. Namun berdasarkan aturan tersebut dokter yang melakukan euthanasia hanya dinyatakan bersalah atas kelalaian yang mengakibatkan kematian dan bukannya pembunuhan yang hukumannya didasarkan pada ketentuan pasal 304 IPC, namun ini hanyalah diberlakukan terhadap kasus eutanasia sukarela dimana sipasien sendirilah yang menginginkan kematian dimana si dokter hanyalah membantu pelaksanaan eutanasia tersebut (bantuan eutanasia). Pada kasus eutanasia secara tidak sukarela (atas keinginan orang lain) ataupun eutanasia diluar kemauan pasien akan dikenakan hukuman berdasarkan pasal 92 IPC.

China
Di China, eutanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum. Eutansia diketahui terjadi pertama kalinya pada tahun 1986, dimana seorang yang bernama Wang Mingcheng meminta seorang dokter untuk melakukan eutanasia terhadap ibunya yang sakit. Akhirnya polisi menangkapnya juga si dokter yang melaksanakan permintaannya, namun 6 tahun kemudian Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme People's Court) menyatakan mereka tidak bersalah. Pada tahun 2003, Wang Mingcheng menderita penyakit kanker perut yang tidak ada kemungkinan untuk disembuhkan lagi dan ia meminta untuk dilakukannya eutanasia atas dirinya namun ditolak oleh rumah sakit yang merawatnya.Akhirnya ia meninggal dunia dalam kesakitan.

Afrika Selatan
Di Afrika Selatan belum ada suatu aturan hukum yang secara tegas mengatur tentang eutanasia sehingga sangat memungkinkan bagi para pelaku eutanasia untuk berkelit dari jerat hukum yang ada.

Korea
Belum ada suatu aturan hukum yang tegas yang mengatur tentang eutanasia di Korea, namun telah ada sebuah preseden hukum yang di Korea dikenal dengan "Kasus rumah sakit Boramae" dimana dua orang dokter yang didakwa mengizinkan dihentikannya penanganan medis pada seorang pasien yang menderita sirosis hati (liver cirrhosis) atas desakan keluarganya. Polisi kemudian menyerahkan berkas perkara tersebut kepada jaksa penuntut dengan diberi catatan bahwa dokter tersebut seharusnya dinayatakan tidak bersalah. Namun kasus ini tidak menunjukkan relevansi yang nyata dengan mercy killing dalam arti kata eutanasia aktif.
Pada akhirnya pengadilan memutuskan bahwa " pada kasus tertentu dari penghentian penanganan medis (hospital treatment) termasuk tindakan eutanasia pasif, dapat diperkenankan apabila pasien terminal meminta penghentian dari perawatan medis terhadap dirinya.

Eutanasia menurut ajaran agama

Dalam ajaran gereja Katolik Roma
Sejak pertengahan abad ke-20, gereja Katolik telah berjuang untuk memberikan pedoman sejelas mungkin mengenai penanganan terhadap mereka yang menderita sakit tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran moral gereja mengenai eutanasia dan sistem penunjang hidup. Paus Pius XII, yang tak hanya menjadi saksi dan mengutuk program-program egenetika dan eutanasia Nazi, melainkan juga menjadi saksi atas dimulainya sistem-sistem modern penunjang hidup, adalah yang pertama menguraikan secara jelas masalah moral ini dan menetapkan pedoman. Pada tanggal 5 Mei tahun 1980 , kongregasi untuk ajaran iman telah menerbitkan Dekalarasi tentang eutanasia ("Declaratio de euthanasia")

Dalam ajaran agama Hindu
Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia adalah didasarkan pada ajaran tentang karma, moksa dan ahimsa.
Karma adalah merupakan suatu konsekwensi murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan. Sebagai akumulasi terus menerus dari ''karma'' yang buruk adalah menjadi penghalang ''moksa'' yaitu suatu ialah kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan utama dari penganut ajaran Hindu.
Ahimsa adalah merupakan prinsip "anti kekerasan" atau pantang menyakiti siapapun juga.
Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang didalam ajaran Hindu dengan pemikiran bahwa perbuatan tersebut dapat menjadi suatu factor yang mengganggu pada saat reinkarnasi oleh karena menghasilkan "karma" buruk. Kehidupan manusia adalah merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali.
Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu dimana seharusnya ia menjalani kehidupan (Catatan : misalnya umurnya waktu bunuh diri 17 tahun dan seharusnya ia ditakdirkan hidup hingga 60 tahun maka 43 tahun itulah rohnya berkelana tanpa arah tujuan), setelah itu maka rohnya masuk ke neraka menerima hukuman lebih berat dan akhirnya ia akan kembali ke dunia dalam kehidupan kembali (reinkarnasi) untuk menyelesaikan "karma" nya terdahulu yang belum selesai dijalaninya kembali lagi dari awal.

Dalam ajaran agama Buddha
Ajaran agama Buddha sangat menekankan kepada makna dari kehidupan dimana penghindaran untuk melakukan pembunuhan makhluk hidup adalah merupakan salah satu moral dalam ajaran Budha. Berdasarkan pada hal tersebut diatas maka nampak jelas bahwa euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dalam ajaran agama Budha. Selain daripada hal tersebut, ajaran Budha sangat menekankan pada "welas asih" ( karuna )
Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah adalah merupakan pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Budha yang dengan demikian dapat menjadi "karma" negatif kepada siapapun yang terlibat dalam pengambilan keputusan guna memusnahkan kehidupan seseorang tersebut. Euthanasia:

Dalam ajaran Islam
Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS 2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.

Eutanasia positif
Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah tindakan memudahkan kematian si sakit --karena kasih sayang-- yang dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat).
Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif)adalah tidak diperkenankan oleh syara'. Sebab dalam tindakan ini seorang dokter melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara overdosis dan ini termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk dosa besar yang membinasakan.
Perbuatan demikian itu adalah termasuk dalam kategori pembunuhan meskipun yang mendorongnya itu rasa kasihan kepada si sakit dan untuk meringankan penderitaannya. Karena bagaimanapun si dokter tidaklah lebih pengasih dan penyayang daripada Yang Menciptakannya. Karena itu serahkanlah urusan tersebut kepada Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang memberi kehidupan kepada manusia dan yang mencabutnya apabila telah tiba ajal yang telah ditetapkan-Nya.

Eutanasia Eutanasia negatif
Eutanasia negatif disebut dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada eutanasia negatif tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai dengan sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebab-akibat.
Diantara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara' ialah bahwa mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya menurut jumhur fuqaha dan imam-imam mazhab. Bahkan menurut mereka, mengobati atau berobat ini hanya berkisar pada hukum mubah. Dalam hal ini hanya segolongan kecil yang mewajibkannya seperti yang dikatakan oleh sahabat-sahabat Imam Syafi'i dan Imam Ahmad sebagaimana dikemukakan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, dan sebagian ulama lagi menganggapnya mustahab (sunnah).

Dalam ajaran gereja Ortodoks
Pada ajaran gereja ortodoks

Dalam ajaran agama Yahudi
Ajaran agama Yahudi melarang eutanasia dalam berbagai bentuk dan menggolongkannya kedalam "pembunuhan". Hidup seseorang bukanlah miliknya lagi melainkan milik dari Tuhan yang memberikannya kehidupan sebagai pemilik sesungguhnya dari kehidupan. Walaupun tujuannya mulia sekalipun, sebuah tindakan mercy killing ( pembunuhan berdasarkan belas kasihan), adalah merupakan suatu kejahatan berupa campur tangan terhadap kewenangan Tuhan.

Dalam ajaran Protestan
Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap eutanasia dan orang yang membantu pelaksanaan eutanasia.
Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya : dalam buku ajarannya menyatakan bahwa : " penggunaan teknologi kedokteran untuk memperpanjang kehidupan pasien terminal membutuhkan suatu keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga kapankah peralatan penyokong kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung kesempatan hidup pasien, dan kapankah batas akhir kesempatan hidup tersebut".
Gereja Lutheran di Amerika menggolongkan nutrisi buatan dan hidrasi sebagai suatu perawatan medis yang bukan merupakan suatu perawatan fundamental. Dalam kasus dimana perawatan medis tersebut menjadi sia-sia dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral dapat dihentikan atau dibatalkan dan membiarkan kematian terjadi. Beberapa kasus menarik

Kasus seorang wanita New Jersey - Amerika Serikat
Seorang perempuan berusia 21 tahun dari New Jersey, Amerika Serikat, pada tanggal 21 April 1975 dirawat di rumah sakit dengan menggunakan alat bantu pernapasan karena kehilangan kesadaran akibat pemakaian alkohol dan zat psikotropika secara berlebihan.Oleh karena tidak tega melihat penderitaan sang anak, maka orangtuanya meminta agar dokter menghentikan pemakaian alat bantu pernapasan tersebut. Kasus permohonan ini kemudian dibawa ke pengadilan, dan pada pengadilan tingkat pertama permohonan orangtua pasien ditolak, namun pada pengadilan banding permohonan dikabulkan sehingga alat bantu pun dilepaskan pada tanggal 31 Maret 1976. Pasca penghentian penggunaan alat bantu tersebut, pasien dapat bernapas spontan walaupun masih dalam keadaan koma. Dan baru sembilan bulan lebih kemudian, tepatnya tanggal 12 Juni 1985, pasien tersebut meninggal akibat infeksi paru-paru (pneumonia).

Kasus Terri Schiavo
Terri Schiavo (usia 41 tahun) meninggal dunia di negara bagian Florida, 13 hari setelah Mahkamah Agung AS memberi izin mencabut pipa alat bantu makanan (feeding tube) yang selama ini memungkinkan pasien dalam koma ini masih dapat hidup. Komanya mulai pada tahun 1990 saat Terri jatuh di rumahnya dan ditemukan oleh suaminya, Michael Schiavo, dalam keadaan gagal jantung. Setelah ambulans tim medis langsung dipanggil, Terri dapat diresusitasi lagi, tetapi karena cukup lama ia tidak bernapas, ia mengalami kerusakan otak yang berat, akibat kekurangan oksigen. Menurut kalangan medis, gagal jantung itu disebabkan oleh ketidakseimbangan unsur potasium dalam tubuhnya. Oleh karena itu, dokternya kemudian dituduh malapraktik dan harus membayar ganti rugi cukup besar karena dinilai lalai dalam tidak menemukan kondisi yang membahayakan ini pada pasiennya.
Setelah Terri Schiavo selama 8 tahun berada dalam keadaan koma, maka pada bulan Mei 1998 suaminya yang bernama Michael Schiavo mengajukan permohonan ke pengadilan agar pipa alat bantu makanan pada istrinya bisa dicabut agar istrinya dapat meninggal dengan tenang namun orang tua Terri Schiavo yaitu Robert dan Mary Schindler menyatakan keberatan dan menempuh langkah hukum guna menentang niat menantu mereka tersebut. Dua kali pipa makanan Terri dilepaskan dengan izin pengadilan, tetapi sesudah beberapa hari harus dipasang kembali atas perintah hakim yang lebih tinggi. Ketika akhirnya hakim memutuskan bahwa pipa makanan boleh dilepaskan maka para pendukung keluarga Schindler melakukan upaya-uupaya guna menggerakkan Senat AS agar membuat undang-undang yang memerintahkan pengadilan federal untuk meninjau kembali keputusan hakim tersebut. Undang-undang ini langsung didukung oleh DPR AS dan ditandatangani oleh Presiden Bush. Tetapi, di Amerika kekuasaan kehakiman adalah independen, yang pada akhirnya ternyata hakim federal membenarkan keputusan hakim terdahulu.

Kasus rumah sakit Boramae - Korea
Pada tahun 2002, ada seorang pasien wanita berusia 68 tahun yang terdiagnosa menderita penyakit sirosis hati (liver cirrhosis). Tiga bulan setelah dirawat, seorang dokter bermarga Park umur 30 tahun, telah mencabut alat bantu pernapasan (respirator) atas permintaan anak perempuan si pasien. Pada Desember 2002, anak lelaki almarhum tersebut meminta polisi untuk memeriksa kakak perempuannya beserta dua orang dokter atas tuduhan melakukan pembunuhan. dr Park mengatakan bahwa si pasien sebelumnya telah meminta untuk tidak dipasangi alat bantu pernapasan tersebut. 1 minggu sebelum meninggalnya, si pasien amat menderita oleh penyakit sirosis hati yang telah mencapai stadium akhir, dan dokter mengatakan bahwa walaupun respirator tidak dicabutpun kemungkinan hanya dapat bertahan hidup selama 24 jam saja.